Safety Management

Kerugian atas Sanksi Pelanggaran K3 Hanya 3 Bulan Penjara Belum Terbukti, Syamsul Jahidin Diminta Perbaiki Permohonan Uji Materiil

Guntur Hamzah menyoroti kedudukan hukum atau legal standing pemohon.

Jakarta, isafetymagazine.com – Mahasiswa sekaligus anggota satuan pengamanan (satpam), Syamsul Jahidin mengajukan permohonan pengujian materiil Pasal 15 ayat (2) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia (UUD NRI) Tahun 1945 ke Mahkamah Konstitusi (MK).

Permohonan itu bernomor 221/PUU-XXIII/2025 dilakukan Syamsul Jahidin terkait sanksi yang kecil terhadap pelanggaran keselamatan kerja dan tidak relevan dengan perkembangan zaman sekarang.

“Dengan perkembangan teknologi, standar dan syarat keselamatan, serta tuntutan lingkungan sosial dan internasional, secara substansi, akan berdampak pada hilangnya hak seseorang untuk mendapatkan hak keselamatan dan jaminan kesehatan kebutuhan lingkungan hidup yang baik, pada dasarnya yang dijamin dalam UUD NRI 1945 yang di dalamnya juga ada Pemohon,” kata Syamsul Jahidin yang hadir secara daring dalam sidang pemeriksaan pendahuluan pada Senin (24/11/2025).

Pasal 15 ayat (2) Keselamatan Kerja berbunyi, “Peraturan perundangan tersebut pada ayat (1) dapat memberikan ancaman pidana atas pelanggaran peraturannya dengan hukuman kurungan selama-lamanya 3 (tiga) bulan atau denda setinggi-tingginya Rp.100.000,- (seratus ribu rupiah).”

Syamsul Jahidin mengemukakan pasal tersebut bertentangan dengan Pasal 28H ayat 1, pasal 28h ayat 2, pasal 28h ayat 3, pasal 34 ayat 2 UUD NRI 1945.

Dia yang juga mengaku sebagai petugas dan auditor keselamatan dan kesehatan kerja (K3) tidak mendapatkan kepastian untuk dapat menegakkan prinsip-prinsip keselamatan kerja.

Kepastian yang dimaksud sebagai petugas keselamatan kerja tidak dapat memberitahukan kepada pimpinan instansi atau pimpinan perusahaan tentang keperluan penerapan K3.

Jadi, Pemohon mengalami kerugian bersifat aktual maupun potensial yang bisa dipastikan akan terjadi karena mempengaruhi efektivitas perlindungan hak asasi manusia (HAM) dalam prinsip-prinsip kaidah pekerja.

Syamsul Jahidin berharap penerapan K3 serta keselamatan di area publik (public safety) harus menjadi prioritas perhatian semua pihak, baik pemerintah, dunia usaha dan dunia industri, para profesional, pakar, pemerhati, akademisi, serta masyarakat.

Langkah ini meminimalisasi kerugian dan meningkatkan daya saing nasional di tingkat global.

Data Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan menyebutkan angka kecelakaan kerja sejak 2020 sampai 2022 mengalami peningkatan.

Hal ini terdiri pada 2020 kecelakaan kerja terjadi sebanyak 221.740 kasus, pada 2021 menyentuh angka 234.270 kasus, serta November 2022 sampai 2023 mencapai 265.334 kasus.

Pasal 28H ayat (3) UUD NRI 1945, ujar Syamsul Jahidin, setiap orang berhak atas jaminan sosial yang memungkinkan pengembangan dirinya secara utuh sebagai manusia yang bermartabat.

Namun, sanksi yang lemah dari penerapan UU Keselamatan Kerja bertolak belakang dengan keinginan pemerintah yang mengharuskan penerapan sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja diwajibkan bagi perusahaan yang mempekerjakan 100 orang lebih tenaga kerja atau bagi perusahaan yang memiliki tingkat risiko kecelakaan kerja yang tinggi.

Dalam petitumnya, Pemohon memohon kepada Mahkamah untuk menyatakan Pasal 15 ayat (2) Keselamatan Kerja bertentangan dengan UUD NRI 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat atau menyatakan Pasal 15 ayat (2) UU Keselamatan Kerja bertentangan secara bersyarat (conditionally unconstitutional) dengan UUD NRI 1945.

Selain itu tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai “Peraturan perundangan tersebut pada ayat (1) dapat memberikan ancaman pidana atas pelanggaran peraturannya dengan hukuman kurungan selama-lamanya 4 (empat) tahun atau denda setinggi-tingginya Rp.100.000.000,- (seratus juta rupiah).”

Permohonan ini disidangkan Majelis Panel Hakim yang dipimpin Ketua MK Suhartoyo dengan didampingi Hakim Konstitusi Daniel Yusmic P. Foekh dan Hakim Konstitusi M. Guntur Hamzah.

Guntur Hamzah menyoroti kedudukan hukum atau legal standing pemohon yang mengaku sebagai petugas dan auditor K3 tersertifikasi nasional dalam kaitannya dengan permohonan ini.

“Sebetulnya pekerjaan Saudara Syamsul Jahidin ini apa nih? Karena kemarin itu sudah pernah jadi mahasiswa, sudah pernah jadi advokat, sudah pernah jadi satpam, ya. Kali ini jadi petugas K3, ini benar enggak ini,” kata Guntur Hamzah.

Sementara itu Daniel Yusmic P. Foekh menyebutkan Pemohon belum bisa membuktikan kerugian yang dialami secara spesifik. Sebab, norma ini justru lebih berdampak kepada pekerja.

“Untuk mengelaborasi kerugian konstitusional dengan Undang-Undang Dasar ini saya lihat ini perlu diperkuat kerugian hak konstitusional dengan mempertentangkan norma, ini kan norma yang diuji (dasar pengujian) banyak sekali,” kata Daniel.

Sebelum menutup persidangan, Suhartoyo mengatakan Pemohon memiliki waktu 14 hari untuk memperbaiki permohonan. Berkas perbaikan permohonan tersebut baik softcopy maupun hardcopy harus diterima Mahkamah pada Senin, 8 Desember 2025 pukul 12.00 WIB. (adm)

Sumber: Mahkamah Konstitusi (MK)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button