Jakarta, Isafetymagazine.com – Sejumlah perusahaan migas dan pertambangan ditenggarai tidak menerapkan pengelolaan Sosio Ekonomi di Indonesia secara tepat. Kondisi ini akan semakin merusak lingkungan hidup oleh badan usaha.
Sebenarnya, aturan-aturan yang ada telah memaksa mereka supaya mengindahkan kelestarian alam. Namun, ini upaya ini belum didukung oleh lembaga keuangan yang mensyaratkan pinjaman hanya diberikan kepada perusahaan yang peduli lingkungan.
“Banyak bank-bank BUMN terkesan tutup mata atas kejadian ini,” kata Praktisi Safety, Security, Health, and Environment (SSHE), Elviera Putri dalam suatu kuliah tentang keselamatan pada Selasa (3/11/2020).
Padahal, sejumlah lembaga keuangan internasional seperti Bank Dunia, Standard Chartered Bank (SCB), dan Australia New Zealand (ANZ) Bank telah memberlakukannya.
Mereka akan menarik kembali kredit yang diberikan jika debitur ketahuan tidak memperhatikan aspek keselamatan lingkungan hidup. Malahan, ini hanya salahsatu aspek suatu pinjaman diberikan kepada perusahaan di suatu negara.
Contohnya, Meares Saputan Mining (MSM) melakukan pertambangan emas di Teluk Rinondoran, Sulawesi Utara (Sulut) pada 2006.
Perusahaan ini menyuap pejabat untuk merubah lokasi wisata menjadi lokasi pertambangan. Selain itu juga mangadu domba masyarakat yang tidak setuju dengan kegiatannya.
Elviera mengemukakan Sosio Ekonomi tidak hanya belum dipahami oleh perusahaan di Tanah Air. Perusahaan multinasional seperti Freeport juga belum mengerti bagaimana mengimplementasikan secara baik.
“Mereka membangun 2.000 rumah bagi orang Papua, tetapi tidak ditempati mereka, malah buat hewan-hewannya,” ujarnya.
Orang-orang Papua belum membutuhkan sekaligus menginginkan rumah, meskipun itu dibangun dengan batu. Mereka memerlukan hal-hal lainnya. Para petinggi atau staf perusahaan tidak bisa berpandangan apa yang baik baginya seperti pembangunan rumah akan mensejahterakan orang-orang sekitar pertambangan. Padahal, ini belum tentu tepat. (adm)