Safety at Work

Supir Truk Selalu Hadapi Risiko Keselamatan

Tidak ada salahnya untuk mendengar keluhan pengemudi truk, karena mereka adalah bagian tidak terpisahkan dari proses mata rantai penyaluran logistik dari hulu hingga hilir.

Jakarta, isafetymagazine.com – Ketua Bidang Advokasi dan Kemasyarakatan Masyarakat Transportasi Indonesua (MTI) Pusat Djoko Setijowarno berpendapat pengemudi truk menjadi ujung tombak angkutan logistik.

Namun kesejahteraan yang didapat tidak setara julukan itu. Membawa kelebihan muatan tidak diinginkan, karena mereka tahu kalau hal itu berisiko terhadap keselamatannya.

“Apabila terjadi kecelakaan lalu lintas, dan dalam kondisi hidup pastilah akan dijadikan tersangka,” katanya belum lama ini.

Sesungguhnya, akar masalah truk ODOL (Over Dimension Over Load) adalah tarif angkut barang semakian rendah, karena pemilik barang tidak mau keuntungan selama ini berkurang (padahal biaya produksi dan lainnya meningkat).

“Pemilik armada truk (pengusaha angkutan barang) juga tidak mau berkurang keuntungannya. Hal yang sama, pengemudi truk tidak mau berkurang pendapatannya,” ujarnya.

Kelebihan muatan (over load) dengan menggunakan kendaraan berdimensi lebih (over dimension) untuk menutupi biaya tidak terduga yang dibebani ke pengemudi truk.

Sejumlah uang yang dibawa pengemudi truk untuk menanggung beban selama perjalanan, seperti tarif tol, pungutan liar yang dilakukan petugas berseragam dan tidak seragam, parkir, urusan ban pecah, dan sebagainya.

“Uang dapat dibawa pulang buat keperluan keluarga tidak setara dengan lama waktu bekerja meninggalkan keluarga,” ucapnya.

Sekarang profesi pengemudi truk tidak memikat bagi kebanyakan orang, ucap Djoko Setijowarno, sulit mendapatkan pengemudi truk yang berkualitas. Tekanan terbesar ada pada pengemudi truk karena mereka yang berhadapan langsung dengan kondisi nyata di lapangan.

Populasi pengemudi truk kian makin berkurang, jika masih ada yang bertahan sebagai pengemudi truk, disebabkan belum punya alternatif pekerjaan yang lain.

“Ke depan, Indonesia akan banyak kehilangan pengemudi truk yang profesional,” tuturnya.
Di samping itu, ada sejumlah BUMN yang bergerak di sektor transportasi. Sebenarnya, tidak semua perusahaan milik negara ditarget keuntungan.

“Harusnya BUMN seperti itu tidak perlu untung, cost recovery saja sudah cukup,” ujar Djoko Setijowarno.

Di Australia, ada kebijakan pemerintah terhadap perusahaan telekomunikasi yang tidak dituntut untung besar. Namun ditarget asal bisa memberikan layanan ke seluruh negerinya yang cukup luas dan biaya yang dipungut sudah bisa menutup operasional perusahaan sudah cukup.

Djoko Setijowarno mengungkapkan sekarang semua perusahaan BUMN diwajibkan raih keuntungan sebesar-besarnya. Jika tidak memberikan keuntungan tinggi, jajaran direksinya bisa dicopot.

Perum Damri, PT Pelni, PT KAI, PT ASDP, PT Jasa Marga, dan BUMN lain sejenis tidak perlu ditarget keuntungan sebesar-besarnya.

“Apalagi perusahaan itu berkecimpung untuk melayani publik, misalnya untuk tarif kendaraan barang masuk jalan tol, tarif kapal penyeberangan, tarif menggunakan KA, tarif menggunakan kapal laut tidak perlu naik terus setiap tahun,” ujarnya.

Jika pemerintah menyebutkan keberadaan jalan tol akan meningkat mobilitas angkutan logistik nasional. Apakah benar, dengan tarif kendaraan barang yang tinggi ketika menggunakan tol, lantas angkutan barang berbondong-bondong semua kendaraan barang menggunakan jalan tol?

Jika menghendaki semua angkutan barang menggunakan jalan tol yang ada, tarifnya harus lebih murah dari yang sekarang.

“Kompensasinya, tarif kendaraan pribadi lebih tinggi daripada kendaraan barang. Jika belum memenuhi masa konsesi, maka masa konsesi dapat diperpanjang. Asalkan jalan tol memang benar-benar dapat melancarkan angkutan logistik. Yang jelas, angkutan barang yang lewat tol tidak ODOL,” ucapnya.

Penetapan tarif angkut barang dapat dikendalikan pemerintah, ujar Djoko Setijowarno, dengan tarif batas atas dan tarif batas bawah. Supaya pemilik barang tidak seenaknya menentukan tarif yang berujung pengemudi truk harus mengangkut muatan yang berlebihan (overload) dengan kendaraan berdimensi lebih (over dimension).

“Jika terjadi kecelakaan lalu lintas, tidak hanya pengemudi yang dijadikan tersangka, namun pemilik barang dan pemilik angkutan juga harus dimintakan pertanggungjawabannya,” ujarnya.

Pemerintah selama ini baru mengajak pemilik barang dan pengusaha angkutan barang untuk berdiskusi menyelesaikan masalah truk ODOL.

Tidak ada salahnya untuk mendengar keluhan pengemudi truk, karena mereka adalah bagian tidak terpisahkan dari proses mata rantai penyaluran logistik dari hulu hingga hilir.

Djoko Setijowarno mengutarakan di Pusat, Proyek Strategis Nasional (PSN) agar tidak mengoperasikan lagi truk ODOL. Terlebih akan membangun Ibu Kota Negara Nusantara, dapat memberikan contoh penggunaan angkutan barang sesuai aturan.

Di daerah, Dinas Perindustrian dan Perdagangan, Dinas ESDM, Dinas Pertanian dan Perkebunan, Dinas PU, untuk menyampaikan kepada perusahaan yang menjadi binaannya untuk tidak mengoperasikan armada truk ODOL.

“Harus diberikan apresiasi saat ini sudah bergerak bersama di semua daerah Polri, Ditjenhubdat dan Dishub untuk menertibkan angkutan barang yang melanggar aturan beroperasi di jalan raya,” ujarnya.

Titik lemah penertiban/pemberantasan Truk ODOL ada di penegakan hukum. Beberapa daerah sudah mulai melakukan penegakan hukum.

Jika konsisten, pasti ada perubahan. Jika hanya sekedar memenuhi perintah pimpinan dan hanya sesekali dilakukan, jangan harap ada perubahan.

“Jadikanlah pengemudi truk mitra, bukan selalu dijadikan tersangka. Tingkatkan kompetensinya dan naikkan pendapatannya,” tutur Djoko Setijowarno. (adm)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *




Enter Captcha Here :

Back to top button