Rokan Hilir, isafetymagazine.com – Pertamina Hulu Rokan (PHR) mengalami kebocoran pipa minyak mentah di tepi jalan lintas Riau atau tepatnya di Kepenghuluan Bangko Sakti, Kecamatan Bangko Pusako, Kabupaten Rokan Hilir (Rohil), Riau pada Rabu (24/7/2024).
Kondisi ini dinilai menimbulkan kekhawatiran masalah sangat serius bagi kalangan masyarakat dan praktisi keselamatan dan kesehatan kerja (K3).
Praktisi sekaligus ahli K3, Ir. Ulul Azmi, ST., CST., IPM menilai kebocoran pipa minyak mentah ini tidak hanya membahayakan lingkungan tetapi juga kesehatan masyarakat sekitar.
Bahkan, ini juga sangat memprihatinkan lantaran bisa berdampak serius bagi lingkungan dan kesehatan masyarakat.
“Minyak mentah yang menyembur hingga ke jalan dan mengenai rumah warga bisa menyebabkan kontaminasi tanah dan air, serta berpotensi mengakibatkan kebakaran,” katanya pada Kamis (25/7/2024).
Dengan begitu penanganan cepat dan tepat dalam situasi seperti ini dinilai penting dilakukan Pertamina Hulu Rokan.
Jadi, perusahaan ini harus segera mengambil langkah-langkah mitigasi untuk menghentikan kebocoran dan membersihkan area yang terdampak.
“Mereka juga harus memastikan bahwa warga yang terkena dampak mendapatkan bantuan dan informasi yang mereka butuhkan,” ujarnya.
Penerapan Standar K3
Ulul Azmi mengingatkan penerapan standar K3 yang ketat dianggap penting dalam operasional perusahaan minyak dan gas (migas).
Bahkan, perusahaan harus selalu memprioritaskan keselamatan dalam setiap aspek operasionalnya.
“Inspeksi rutin dan perawatan pipa yang baik sangat penting untuk mencegah terjadinya kebocoran seperti ini,” tuturnya.
Begitupula kepatuhan terhadap regulasi terkait penanganan limbah bahan berbahaya dan beracun (B3) dinilai penting.
Penanganan limbah B3 harus sesuai dengan Peraturan Pemerintah (PP) nomor 101 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Limbah B3.
“Perusahaan wajib melakukan identifikasi, pengelolaan, dan penanganan limbah B3 dengan benar untuk mencegah dampak negatif terhadap lingkungan dan kesehatan manusia,” ucapnya.
Beberapa poin penting dalam regulasi K3 terkait penanganan limbah B3 yang harus diperhatikan, ujar Ulul Azmi, meliputi pertama, identifikasi dan klasifikasi limbah B3.
Hal yang dimaksud adalah perusahaan harus mengidentifikasi jenis limbah B3 yang dihasilkannya.
Selain itu mengklasifikasikannya sesuai dengan kategori yang ditetapkan dalam peraturan.
Kedua, penyimpanan dan pengangkutan yang bisa diartikan limbah B3 harus disimpan di tempat yang aman dan memenuhi persyaratan teknis.
“Pengangkutan limbah B3 harus dilakukan oleh pihak yang memiliki izin dan menggunakan metode yang aman,” ujarnya.
Ketiga, pengolahan dan pemanfaatan yakni limbah B3 harus diolah dengan metode yang aman dan sesuai standar sebelum dapat dimanfaatkan kembali atau dibuang.
Ulul Azmi melanjutkan poin-poin lain dari identifikasi dan klasifikasi limbah B3 adalah keempat, pemantauan dan pelaporan.
Artinya, perusahaan wajib melakukan pemantauan berkala terhadap pengelolaan limbah B3 dan melaporkan hasilnya kepada instansi yang berwenang.
Kelima, tanggap darurat yakni perusahaan harus memiliki prosedur tanggap darurat yang jelas dan terlatih.
Langkah ini untuk menghadapi situasi kebocoran atau kecelakaan yang melibatkan limbah B3.
Patuh Regulasi K3
Perusahaan juga diingatkan untuk mematuhi Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) nomor 5 Tahun 2018 tentang K3 dan Lingkungan Kerja (K3L) yang mencakup pengelolaan limbah B3.
“Peraturan ini mengharuskan perusahaan untuk menerapkan sistem manajemen K3 yang komprehensif, termasuk pengelolaan limbah B3 dengan cara yang aman dan bertanggung jawab,” ucapnya.
Beberapa ketentuan dalam Permenaker no. 5/2018 yang dianggap Ulul Azmi masih relevan meliputi pertama, pengendalian paparan.
Artinya, perusahaan harus melakukan pengendalian untuk mengurangi paparan bahan berbahaya di tempat kerja.
Kedua, penyediaan Alat Pelindung Diri (APD) yang dimaksudkan perusahaan wajib menyediakan APD yang sesuai untuk pekerja yang terpapar bahan berbahaya.
Ketiga, pelatihan dan pendidikan yang dinilai perusahaan harus memberikan pendidikan dan pelatihan (diklat) bagi pekerja terkait penanganan bahan berbahaya dan pengelolaan limbah B3.
Selain itu pemantauan kesehatan pekerja yang berarti perusahaan harus melakukan pemantauan kesehatan pekerja yang terpapar bahan berbahaya secara berkala.
Ulul Azmi juga menekankan Keputusan Menteri Tenaga Kerja (Kepmenaker) no. KEP.187/MEN/1999 tentang Pengendalian Bahan Berbahaya di Tempat Kerja harus dipatuhi semua pihak.
Keputusan ini mengatur tentang prosedur penanganan dan pengendalian bahan berbahaya di tempat kerja yang bertujuan untuk melindungi pekerja dan lingkungan dari potensi bahaya.
“Perusahaan wajib mengikuti ketentuan ini untuk memastikan keselamatan operasional mereka,” ujarnya.
Empat ketentuan dalam Keputusan Menteri Tenaga Kerja No. KEP.187/MEN/1999 yang dimaksud adalah pertama, identifikasi dan evaluasi risiko.
Artinya, perusahaan harus melakukan identifikasi dan evaluasi risiko terhadap bahan berbahaya yang digunakan di tempat kerja.
Kedua, pengendalian teknik dan administratif yakni perusahaan harus menerapkan pengendalian teknik dan administratif untuk meminimalkan risiko paparan bahan berbahaya.
Ketiga, pelatihan dan informasi berupa perusahaan harus menyediakan pelatihan dan informasi yang memadai kepada pekerja tentang bahaya dan cara penanganan bahan berbahaya.
Keempat, pengawasan Kesehatan Pekerja: Perusahaan harus melakukan pengawasan kesehatan pekerja secara berkala untuk mendeteksi dini dampak paparan bahan berbahaya.
Dampak Kebocoran Minyak
Ulul Azmi menyebut berbagai dampak dari kebocoran minyak terhadap lingkungan dan masyarakat seperti mencemari tanah dan air.
Kemudian, membunuh flora dan fauna lokal, serta merusak ekosistem.
“Selain itu minyak yang tumpah ke jalan bisa menyebabkan permukaan jalan menjadi licin dan meningkatkan risiko kecelakaan lalu lintas,” ujarnya.
Kebocoran minyak juga berdampak bagi kesehatan masyarakat. Paparan minyak mentah dapat berakibat masalah kesehatan seperti iritasi kulit dan pernapasan.
“Warga yang rumahnya terkena semburan minyak harus segera mendapatkan perawatan medis dan perlindungan untuk mencegah dampak kesehatan yang lebih serius,” ucapnya.
Dengan demikian, Ulul Azmi meminta pihak berwenang menginvestigasi secara menyeluruh untuk mengetahui penyebab kebocoran tersebut.
Selain itu mencegah kejadian serupa pada masa depan.
“Hal ini penting untuk menjaga keselamatan lingkungan dan kesehatan masyarakat,” tuturnya.
Kebocoran pipa minyak mentah Pertamina Hulu Rokan mesti menjadi pengingat bahwa industri migas harus selalu waspada.
Selain itu menjaga standar keselamatan yang tinggi demi melindungi lingkungan dan masyarakat.
Sementara itu Ulul Azmi dikenal sebagai praktisi sekaligus ahli K3 yang menjabat Ketua Forum Insinyur Muda Persatuan Insinyur Indonesia (PII) Provinsi Riau.
Dia juga menduduki Ketua Perkumpulan Ahli Keselamatan Konstruksi Indonesia (PAKKI) DPW Riau dan Ketua Bidang K3 Badan Kejuruan Teknik Industri PII.
Dengan pengalamannya yang luas dalam bidang K3 ia terus mengadvokasi penerapan standar K3 yang ketat dan komprehensif di berbagai sektor industri. (adm)