i-Expert

Indonesia Berduka, Apakah Kegiatan Olahraga perlu K3?

Keselamatan olah raga adalah bagian dari public safety atau keselamatan umum.

Kanjuruhan tiba-tiba viral di seluruh dunia, ketika terjadi kerusuhan yang berkaitan dengan kekalahan kesebelasan Arema dari Persebaya.

Diduga penonton yang panik ketika petugas mencoba membubarkan kerumunan penonton dengan menembakkan gas air mata. Penonton yang panik berusaha menyelamatkan diri menuju pintu keluar stadion.

Namun banyak yang tidsk berhasil sehingga banyak yang terjebak dan timbul korban 133 orang meninggal dan ratusan lagi luka-luka

Banyak yang turun kelapangan mulai dari PSSI, Kemenpora, TNI dan Polri, tetapi belum tampak ada dari latar belakang keselamatan dan kesehatan kerja (K3).

Padahal dalam pernyataan dukanya Presiden Jokowi juga menekankan agar kejadian tidak terulang kembali, agar setiap kegiatan harus menjaga keamanannya. Tentu termasuk keselamatan agar tidak terjadi kecelakaan atau bencana yang tidak diinginkan.

Sebagai praktisi K3 kita tentu bertanya apakah kegiatan olah raga seperti pertandingan sepakbola ini perlu K3? Mengapa, karena peristiwa serupa banyak terjadi, tidak hanya di Indonesia tetapi juga di negara lain.

Kegiatan olah raga seperti sepakbola ini juga mengandung potensi bahaya dan risiko tinggi. Banyak kecelakaan menimpa atlet atau olahragawan seperti terjun payung, balap mobil, tinju, dan lainnya.

Kecelakaan dalam kegiatan olah raga menjadi perhatian masyarakat global dan berkembang daam aspek keselamatan olah raga (sport safety).

Di Indonesia, hal ini mungkin kedengaran masih asing dan tidak banyak mendapat perhatian. Padahal jika kita telusuri banyak kegiatan olah raga yang membahayakan. Bukan hanya bagi pelaku olah raga, tetapi juga bagi masyarakat penonton.

Kasus pertandingan tinju di Nabire, Papua yang mengakibatkan 28 orang meninggal dunia akibat terinjak-injak. Gedung olah raga dijejali hampir 1.500 penonton jauh melebihi kapasitasnya.

Padahal pintu ke luar sangat terbatas, bahkan yang digunakan hanya satu pintu. Ketika terjadi kerusuhan, penonton panik dan berlari menuju pintu ke luar. Akibat desakan, maka puluhan penonton, sebagianbesar ibu-ibu tewas terinjak atau kekurangan oksigen.

Keselamatan olah raga adalah bagian dari public safety atau keselamatan umum. Setiap kegiatan olah raga seharusnya memperhatikan aspek keselamatan baik bagi atlet maupun penonton dan masyarakat sekitarnya.

Balapan mobil, misalnya, juga harus memperhitungkan kemungkinan penonton tertabrak oleh mobil balap yang ke luar dari lintasannya.

Semua pertunjukan atau kegiatan olah raga yang berada dalam gedung, hendaknya memperhatikan kapasitas gedung serta sistem jalan darurat jika terjadi sesuatu kejadian yang tidak diinginkan.

Mari kita lihat secara regulasi. Dalam UU nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja pasal 4 menyebutkan salah satu lingkup keselamatan kerja yaitu dimana : diputar film, pertunjukan sandiwara atau diselenggarakan rekreasi lainnya yang memakai peralatan, instalasi listrik atau mekanik.

K3 berkaitan dengan tempat kerja, ada pekerja dan orang lain yang berada di tempat kerja. Stadion dapat dianggap tempat kerja, banyak yang bekerja sehari-hari mulai dari manajemen, bagian perawatan, petugas sekuriti bahkan sampai tukang rumput semua tergolong tenaga kerja.

Aspek berikutnya ada peralatan seperti instalasi listrik, peralatan mekanik, bangunan dan sebagainya.

Pada saat digunakan untuk pertandingan olah raga yang disewa oleh pihak pengguna, tentu juga ada pekerja dari pihak pengguna dalam hal ini adalah klub sepak bola yang menggunakannya. Mereka juga punya pekerja atau disebut karyawannya

Melihat hal tersebut, maka sesuai dengan UU no 1/1970, stadion dapat dianggap sebagai tempat kerja berarti berlaku syarat keselamatan kerja seperti pasal 3 misalnya mencegah kecelakaan, mencegah kebakaran, penyediaan jalur tanggap darurat, penyediaan peralatan P3K, penyediaan alat keselamatan, penyediaan sistem penerangan, sistem ventilasi dan cuaca yang baik.

Terjadinya peristiwa meniggalnya para penonton bahkan ada dua orang petugas polisi, dari pandangan K3 tentu ada penyebabnya yang biasanya digolongkan aspek teknis, prosedur dan aspek manusia.

Dari segi teknis, tentu akan dilhat apakah design stadion cukup aman untuk menampung 42 ribu penonton, bagaimana ukuran dan jalur penyelamat atau pintu darurat.

Dari aspek sistem tentu akan dilihat apakah ada pedoman tanggap darurat dan prosedur penyewaan kepada pihak lain dan kemudian proses pelaksanaan pertandingan.

Dari sisi manusia tentu kita melihat apa yang memancing timbulnya pelanggaran penonton masuk ke dalam lapangan, melakukan tindakan anarkis.

Ketika dilakukan penanggulangan oleh aparat, dengan menyemprotkan gas air mata, apakah mereka paham cara menyelamatkan diri dalam kondisi darurat dan sebagainya.

Dari peristiwa ini sudah saatnya bahwa semua kegiatan umum yang membahayakan perlu menerapkan program K3.

Perlu adanya persiapan dan penilaian risiko sebelum memulai kegiatan, program mitigasi dan jika timbul kejadian yang tidak diinginkan telah disiapkan petugas tanggap daruratnya. Untuk ke depan, mungkin pada setiap stadion dibentuk seksi K3 dengan petugas K3 yang bertanggung jawab mengelola aspek K3.

Untuk penyewa juga diwajibkan memenuhi syarat keselamatan kerja yang diwajibkan. Dan selama kegiatan berlangsung ada petugas keselamatan kerja yang memantau dan siaga untuk menghadapi jika terjadi sesuatu, misalnya kebakaran, pagar roboh, atau kerusuhan sosial

Semoga peristiwa serupa tidak terulang kembali dan semoga aspek K3 mulai diperhatikan dan dijalankan dalam semua kegiatan

Chairman World Safety Organization (WSO) Indonesia, Soehatman Ramli

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *




Enter Captcha Here :

Back to top button