Safety at Work

Penerapan K3 Mesti Dilakukan Wartawan dan Perusahaan Media

Setiap pekerja formal dan informal berhak mendapatkan jaminan K3 sesuai pekerjaannya.

Probolinggo, isafetymagazine.com – Proses identifikasi bahaya penting dilakukan sebagai bahan penilaian derajat risiko K3 bagi wartawan.

Jika suatu risiko pekerjaan sudah bisa diidentifikasi dan diukur wartawan, maka ini akan bisa dilakukan mitigasi atau pencegahan agar kejadian yang sama tidak terulang kembali di lain hari.

“Dari beberapa kecelakaan kerja yang menimpa wartawan perlu kesadaran K3 wartawan, karena K3 merupakan upaya untuk mencegah kecelakaan dan penyakit akibat kerja,” kata Anggota Asosiasi Ahli K3 (A2K3), Edi Priyanto.

Materi ini dikemukakannya dalam FGD Penyusunan Usulan Panduan Identifikasi Budaya dan Perilaku Risiko K3 Wartawan di Whiz Capsule Hotel Grand Bromo, Sukapura, Probolinggo, Jawa Timur pada 3-4 April 2021.

Setiap pekerja formal dan informal berhak mendapatkan jaminan K3 sesuai pekerjaannya yang memiliki risiko.

Semakin tinggi risiko pekerjaan, semakin tinggi pula kebutuhan akan jaminan K3 berdasarkan UU No. 13/2003 tentang Ketenegakerjaan.

Dengan implementasi UU  No. 13/2003 diharapkan tidak merugikan berbagai pihak, yaitu tenaga kerja dan perusahaan.

Dasar hukum penerapan K3 adalah UU No. 1/1970 tentang K3.

UU No. 1/1970 mencakup tiga aspek K3 yaitu pertama, melindungi dan menjamin keselamatan setiap tenaga kerja dan orang lain di tempat kerja.

Kedua, menjamin setiap sumber produksi dapat  digunakan secara aman dan efisien. Ketiga, meningkatkan kesejahteraan dan produktivitas nasional.

Penerapan K3 sudah berlangsung di berbagai perusahaan seperti manufaktur, kontraktor,  minyak dan gas, pertambangan serta pelabuhan.

Hal ini juga bisa diterapkan di perusahan media lantaran ini untuk menjamin K3.

Penerapan ini tidak hanya harus dilakukan oleh wartawan, tetapi itu juga mesti dilaksanakan perusahaan media sesuai cara dan proses kerja masing-masing.

Sejumlah resiko yang mengancam keselamatan wartawan dengan memakai kendaraan roda dua adalah tersenggol kendaraan lain dan jalan rusak.

Kemudian, perilaku ofensif dari pengguna jalan, fungsi kendaraan rusak, dan penggunaan ponsel saat berkendaran.

Selanjutnya, mengantuk atau melamun, serta risiko kriminalitas seperti penjambretan dan pembegalan.

Untuk peliputan banjir diidentifikasi risiko arus air deras, pijakan licin dan becek, serta bahaya kuman.

Saat peliputan peristiwa longsor diiidentifikasi bahaya tanah miring, tanah tidak stabil, pijakan licin dan becek, pohon tumbang, dan bahaya biologi seperti ular dan serangga.

Wartawan yang melakukan peliputan di lokasi kebakaran menghadapi ancaman bahaya paparan gas beracun CO2, overheating, struktur bangunan rapuh, dan reruntuhan bangunan.

Bagi wartawan yang melakukan peliputan terorisme beresiko kontak dengan teroris, situasi chaos, dan baku tembak.

Untuk peliputan di lokasi ground breaking beresiko gedung roboh, dan pijakan licin.

Melakukan peliputan di lokasi demonstrasi bisa diidentifikasi bahaya kontak dengan pelaku kerusuhan, flying object (material yang dilempar), gas air mata, dan situasi chaos.

Peliputan di zona penyebaran virus seperti terpapar virus dan bahaya psikologis. Hal ini timbul perasaaan dilema dan kekhawatiran tertular.

Penugasan area peliputan di tempat yang berisiko, seperti luar negeri dan kota dengan tingkat kriminal tinggi,

Berikutnya, daerah peperangan, berisiko psikososial seperti trauma, kekhawatiran dan dilema ancaman bahaya psikologis.

Penulisan berita di luar dan di dalam kantor juga mengandung risiko antara lain ketika di luar kantor menghadapi pencuri/begal/perampok,

Kemudian, posisi tubuh tidak ergonomis, dan repetitive motion. Begitupula penulisan berita di dalam kantor terjadi risiko posisi tubuh tidak ergonomis dan repetitive motion.

“Itu hanya beberapa potensi risiko. Kami berharap para wartawan mendetailkan potensi risiko lain yang mungkin bisa terjadi,” tutur Edi.

Dengan demikian, penerapan K3 bagi wartawan perlu memerhatikan proses kerjanya yang berbeda dengan tenaga kerja lain.

Wartawan tidak memiliki jam kerja pasti akibat menyesuaikan kejadian untuk diberitakannya.

Selain itu tidak mempunyai lokasi atau lingkungan kerja yang  pasti, karena menyesuaikan dengan kejadian atau peristiwa.

“Bahaya adalah setiap benda, bahan, kegiatan atau kondisi yang memiliki potensi menyebabkan cedera, kerusakan atau kerugian,” tuturnya.

Pengertian risiko adalah kemungkinan bahaya yang terjadi dengan adanya kombinasi antara tingkat keparahan cedera, kerusakan atau kerugian.

Lima jenis bahaya dalam pekerjaan yakni bahaya fisik, bahaya kimia, bahaya biologi, bahaya psikososial. dan bahaya ergonomi.

Untuk bahaya fisik antara lain kebisingan, radiasi, getaran, panas, pencahayaan, ketinggian.

Berikutnya, bahaya kimia meliputi bahan mudah meledak, bahan mudah terbakar, bahan korosif, bahan karsinogenik, dan bahan beracun.

Pada bahaya biologi meliputi bahaya mikroorganisme (jamur, bakteri, virus) dan bahaya makroorganisme (ular, serangga, lebah).

Kemudian, bahaya psikososial antara lain stress, hubungan kerja, jam kerja, kekerasan, dan intimidasi.

Berikutnya, bahaya ergonomi meliputi layout, manual handling, desain pos kerja dan desain pekerjaan. (tim/adm)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *




Enter Captcha Here :

Back to top button