Jakarta, isafetymagazine.com – World Safety Organization (WSO) Indonesia prihatin hanya May Day (Hari Buruh Sedunia) saja yang diperingati pekerja pada Senin, 1 Mei 2023 secara besar-besaran dengan aksi demo di berbagai tempat di Indonesia.
Selain itu telah ditetapkan pemerintah sebagai hari libur nasional bagi semua tenaga kerja yang ditindaklanjuti sebagian perusahaan dengan meliburkan para pekerjanya.
Padahal, mereka bisa mendahului itu dengan memperingati dua hari lain yang sama pentingnya yakni ‘Memorial Day’ dan ‘World Safety Day’.
“Namun peringatan dua hari lainnya (Memorial Day dan World Safety Day) berjalan sepi tidak ada yg ingat peduli atau merayakannya,” kata Chairman WSO Indonesia, Soehatman Ramli kepada isafetymagazine pada Selasa (2/5/2023).
Memorial Day perlu diperingati semua pihak termasuk perusahaan guna mengenang para pekerja yang tewas dalam menjalankan tugas pekerjaannya sehari-hari.
Pasalnya, sampai sekarang International Labour Organization (ILO) menyebutkan sebanyak satu juta pekerja di dunia telah menjadi korban kecelakaan kerja.
Di Indonesia tercatat setiap tahun oleh BPJS Ketenagakerjaan bahwa terjadi 300 ribu lebih kecelakaan dengan korban jiwa 2.500 lebih per tahun pekerja tewas.
“Selama ini cukup dengan santunan dan uang duka dan setelah itu dilupakan sekadar angka-angka saja. Tidak pernah terpikirkan bgm nasib korban kecelakaan dan keluarganya,” ujar Soehatman Ramli.
ILO telah memutuskan setiap 28 April dirayakan Memorial Day yang diharapkan semua pihak peduli keselamatan para buruh dan pekerja lainnya. Pada waktu yang sama juga ditetapkan sebagai Work Health Safety Day atau Hari Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) sedunia.
“Hari ini dianggap penting sebagai jawaban agar semua pihak peduli dengan K3 untuk melindungi keselamatan pekerja agar korban kecelakaan dapat dicegah,” tuturnya.
Dengan demikian, Soehatman Ramli menilai Memorial Day dan Work Safety Day bisa diperingati pada puncaknya bersamaan pada May Day yakni setiap 1 Mei.
“Kita tahu bahwa keselamatan menurut UN (United Nations) adalah bagian dari human right atau hak azasi pekerja,” ucapnya.
Di Indonesia juga dituangkan dalam Undang-Undang (UU) nomor 1 tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja dan UU no 13/2013 tentang Ketenagakerjaan berbunyi keselamatan adalah hak dan tanggung jawab pekerja dan perusahaan.
“Pekerja berhak mendapatkan perlindungan keselamatan dalam bekerja bagjan ada hak menolak melakukan pekerjaan jika K3 tidak memenuhi,” ujarnya.
Dengan begitu para ahli K3 diminta bekerja keras menerapkan ini di tempat kerja masing-masing untuk melindungi para pekerja. Namun hal ini kurang direspon para pekerja sendiri.
“Kita mengamati dalam gerakan pekerja menyambut hari buruh banyak pernyataan dan tuntutan, namun sangat kontras tidak ada atau kurang yang menyinggung K3 atau keselamatan kaum buruh sendiri,” tuturnya.
Dari kenyataan tadi Soehatman Ramli beranggapan ahli K3 disuruh bekerja sendiri bahkan kadang-kadang diperlakukan sebagai ‘musuh’.
Karena, menegakkan ini yang membuat para pekerja tidak nyaman seperti mewajibkan pemakaian APD.
“Jadi quo vadis K3 jika teman-teman buruh dan pekerja tidak mendukungnya,” kata dia. (adm)