Jakarta, isafetymagazine.com – Destructive Fishing Watch (DFW) menyebutkan sebanyak 94% anak buah kapal (ABK) perikanan tidak memiliki sertifikat Basic Safety Training Fisheries (BST-F) di Indonesia.
Data ini diperoleh dari survei di Pelabuhan Perikanan Samudera Muara Baru, Jakarta Utara (Jakut).
“Jumlah pekerja ABK di Muara Baru diperkirakan mencapai 40.000 orang dan merupakan etalase pelabuhan perikanan modern di Indonesia, sehingga upaya pembenahan perlu mulai dari sana,” kata Peneliti DFW Indonesia Imam Trihatmadja di Jakarta pada Selasa (31/3/2022).
Padahal, BST-Fisheries dimuat dalam pasal 118 Peraturan Menteri (Permen) Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) nomor 33 tahun 2021. Pasal ini berisi ABK yang bekerja di kapal ikan ukuran 30-300 GT wajib memiliki BST-F.
Penerapan pasal 118 Permen KKP no 33/2021 guna menunjang aspek keselamatan dan kesejahteraan awak kapal perikanan dalam pekerjaannya.
Data International Labour Organization (ILO) menyebutkan sebanyak 24.000 orang meninggal dan 24 juta orang terluka setiap tahun di kapal penangkap ikan komersial.
“Di Indonesia setiap tahun kurang lebih 100 orang nelayan dan ABK yang mengalami kecelakaan kerja ketika melakukan kegiatan penangkapan ikan di laut,” ucap Imam Trihatmadja.
Selain itu Peraturan Pemerintah (PP) nomor 27 tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Bidang Kelautan.
Dengan demikian, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) dan Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) diminta melakukan koordinasi kepada pemilik kapal. Selain itu melakukan pengawasan bersama atau inspeksi.
Tidak ketinggalan memberikan sanksi kepada pemilik kapal dan perusahaan yang mempekerjakan awak kapal perikanan (AKP) yang tidak memiliki sertifikat.
Dari survei di Pelabuhan Perikanan Samudera Muara Baru Jakut juga menyebutkan 27% ABK tidak mengetahui manfaat sertifikasi. Padahal, sertifikasi ini sebagai bukti eksistensi mereka sebagai awak kapal perikanan. (mei/adm)