Keselamatan

Komnas Perempuan Bicara Implementasi K3 Bagi Pekerja Ini

Pernyataan Majelis Hakim Mahkamah Konsitusi menekankan kebijakan khusus bagi perempuan pekerja, khususnya di sektor pekerja rumahan.

Jakarta, isafetymagazine.com – Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) mencatat sebanyak 112 kasus kekerasan berbasis gender terhadap perempuan pekerja yang diadukan ke sana.

Dari jumlah ini sebanyak 58 kasus dilakukan oleh majikan, termasuk empat kasus dialami perempuan pekerja rumah tangga. Kemudian, sebanyak 11 kasus dilakukan perusahaan dan 43 kasus yang dilakukan oleh rekan kerja.

Kemudian, sebanyak 93 kasus kekerasan berbasis gender terhadap perempuan di tempat kerja yang dilaporkan ke berbagai lembaga layanan dan 859 kasus terkait Perempuan Pekerja Migran Indonesia (PPMI).

Mayoritas kasus yang dilaporkan ke Komnas Perempuan berupa kekerasan seksual dan terkait kesulitan mengakses hak kesehatan reproduksi dan maternitas perempuan pekerja.

Selanjutnya, diskriminasi, eksploitasi, dan kekerasan yang bisa mempengaruhi kesehatan mental dan fisik perempuan pekerja. Jadi, dia mengalami hambatan bekerja secara optimal hingga kehilangan pekerjaan.

“Pembahasan dan pengesahan RUU Pelindungan Pekerja Rumah Tangga juga penting menjadi prioritas DPR dan Pemerintah pada sidang berikutnya sebagai langkah sungguh-sungguh untuk meneguhkan K3 (Keselamatan dan Kesehatan Kerja),” kata Ketua Komnas Perempuan Andy Yentriyani di Jakarta pada Senin (1/5/2023).

Sampai sekarang Indonesia belum memiliki aturan hukum yang menjangkau sektor pekerja rumah tangga. Pasalnya, Undang-Undang (UU) Ketenagakerjaan tidak memuat sektor informal.

Begitupula UU Penghapusan Kekerasan di Dalam Rumah Tangga (UU PKDRT) hanya mencakup sebagian pengalaman pekerja rumah tangga ketika mereka tinggal satu atap dengan majikannya.

“Kita tidak dapat mengandalkan Perpu Cipta Kerja untuk memberikan pelindungan bagi perempuan pekerja di sektor formal dan apalagi di sektor informal seperti pekerja rumah tangga,” ujarnya.

Kajian Komnas Perempuan menunjukkan muatan dari UU Cipta Kerja yang diadopsi di dalam Perpu Cipta Kerja tanpa perbaikan. Jadi, perempuan pekerja justru semakin rentan mengalami eksploitasi, diskriminasi dan kekerasan.

Sebelumnya, pada 30 Desember 2022 DPR dan Pemerintah telah mengesahkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi UU.

Pengesahan ini mendapatkan kritik karena terkesan terburu-buru dan terkurung pada partisipasi prosedural.

“Proses pembahasan yang kurang partisipatif dalam menindaklanjuti putusan Mahkamah Konstitusi pada permohonan uji formil UU Cipta Kerja telah berdampak secara substantif pada pelindungan hak-hak konstitusional pekerja, khususnya perempuan pekerja,” ucap Komisioner Komnas Perempuan, Tiasri Wiandani.

Komnas Perempuan mengingatkan pelaksanaan dari Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) RI No. 75/PUU-XX/2022 tentang Permohonan Uji Materiil terhadap Undang-Undang nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan.

Putusan ini menyebutkan tugas dan tanggung jawab negara terhadap para pekerja rumahan dapat dilakukan oleh Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (Pemda).

Hal ini mesti segera dilakukan negara yang diwakili oleh Pemerintah Pusat dan Pemda untuk memberikan pelindungan dan kesejahteraan kepada para pekerja rumahan.

Kebijakan ini sebagai bagian dari kebijakan strategis dalam upaya memperluas kesempatan kerja bagi masyarakat bagi pekerja rumah tangga dan sektor pekerja rumahan.

Dengan demikian Komnas Perempuan berpendapat pernyataan Majelis Hakim Mahkamah Konsitusi menekana kebijakan khusus bagi perempuan pekerja, khususnya di sektor pekerja rumahan.

Langkah ini bisa diwujudkan oleh pemerintah pusat melalui kementerian terkait dan pemerintah daerah.

Tujuannya memenuhi amanat konstitusi dalam pemenuhan hak warga negara, dan hak pekerja, serta hak bebas dari diskriminasi dan kekerasan di Indonesia.

Penciptaan lapangan kerja perlu diiringi dengan upaya untuk terus memperkuat pelindungan bagi keselamatan dan kesehatan pekerja.

Pemerintah perlu memberikan perhatian khusus pada kerentanan yang dihadapi perempuan pekerja dari diskriminasi dan kekerasan di sektor formal dan informal

Pembahasan dan pengesahan RUU Pelindungan Pekerja Rumah Tangga (RUU PPRT) menjadi bagian integral dari pelindungan tersebut.

Upaya pelindungan ini juga merupakan mandat konstitusi pada tanggung jawab negara dalam memenuhi hak-hak konstitusional yang ditetapkan di dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD NRI 1945).

Langkah ini guna mewujudkan kehidupan yang adil dan makmur bagi setiap warga negara.

“Dengan memberikan perhatian khusus pada kerentanan perempuan pekerja, Keselamatan dan Kesehatan Kerja atau K3 juga perlu dimaknai dengan menciptakan kondisi kerja yang bebas dari diskriminasi berbasis gender dan kekerasan seksual bagi perempuan dan dengan menciptakan pelindungan yang lebih baik bagi pekerja di sektor informal,” tutur Tiasri. (adm)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *




Enter Captcha Here :

Back to top button