Sebagai Praktisi Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) kita selalu ditanamkan konsep membangun budaya K3 melalui komitmen manajemen.
Tanpa dukungan dan keterlibatan manajemen puncak, maka K3 tidak akan berjalan dengan baik dalam perusahaan.
Konsep Komitmen ManajemenΒ sudah menjadi landasan semua sistem manajemen K3 mulai dari sistem International Sustainability Rating System (ISRS) dari Frank Bird dan Sistem Five Star Safety Rating dari James Tye di British Safety.
Semuanya menempatkan komitmen manajemen sebagai pondasi.
Budaya keselamatan tidak akan dapat dicapai tanpa dukungan dan komitmen manajemen.
Masih banyak yang menganggap komitmen manajemen hanya sekadar slogan, atau tandatangan di Kebijakan K3, namunΒ tidak menjadi nilai-nilai yang dilaksanakan secara nyata.
Menurut konsep K3, dari komitmen kemudian dituangkan melalui kepemimpinan (safety leadership) yang selanjutnya menjadi penggerak dalam membangun budaya keselamatan.
Tanpa komitmen manajamen, maka upaya K3 yang dijalankan tidak akan berhasil. Bagaimana membangun komitmen?
Hal inilah yang saya amati dalam program Lembah Tidar yang dilakukan oleh Presiden terpilih Bapak Prabowo Subianto.
Dia membawa semua anggota kabinet dan seluruh tim pembantunya untuk berkumpul di Lembah Tidar, hidup bersama, seragam yang sama tanpa batas jabatan dan pangkat.
Tujuannya adalah untuk membangun komitmen, menanamkan nilai-nilai kebangsaan dan membuat semua anggota pembantu beliau memiliki visi dan misi yang sama, nilai-nilai yang sama dan konsep kepemimpinan yang dia gunakan.
Prabowo juga menanamkan nilai-nilai kepemimpinan yang harus dilaksanakan, bahwa pemimpin harus berada dan menyatu dengan bawahannya, menjadi bagian dari perubahan, menjadi contoh atau roles model.
Dan turut merasakan apa yang dirasakan bawahan, ikut bersama kepanasan, menghadapi bahaya dan semua permasalahan yang timbul.
Beliau juga menekankan konsep kepemimpinan bangsa yang ditanamkan oleh Ki Hajar Dewantoro yakni Ing Ngarso Sung Tuloda, Ing Madyo Mangun Karso,dan Tut Wuri Handayani.
Bagi kita yang selama ini berkecimpung di dunia K3, hal ini tentu sudah tidak asing lagi.
Untuk menuju cita-cita yang diharapkan bersama, kita harus menanamkan nilai-nilai K3 (safety value) dan kemudian membangun komitmen yang dituangkan dalam bentuk safety leadership.
Beliau juga menyebutkan bahwa semua pihak harus terlibat dan berpartisipasi dalam menjalankan program pembangunan.
Hal sama juga dilakukan dalam K3, dimana aspek partisipasi dan keterlibatan merupakan elemen penting.
Bagaimana kita membangun budaya K3 dengan melibatkan semua unsur dalam perusahaan.
Semua elemen dan level mulai level senior, middle sampai manajemen terbawah (lower management) wajib menjdi roles model dan penggerak K3 yang kami sebut agent of change.
Dalam konsep WSO kami menyebutnya sebagai safety champion.
Kemudian kita melibatkan semua unsur dalam perusahaan karena tanpa dukungan semua pekerja, budaya K3 tidak akan tercapai.
Kami menyebutnya konsep Saling Ingat Mengingatkan dalam K3 (SIM K3).
Hal ini sejalan dengan konsep level budaya K3 dimana level budaya tertinggi adalah interdependent, dimana setiap orang sudah ‘care each other’ peduli dengan keselamatan orang lain, teman sekerja, perusahaan dan keluarganya.
Mereka peduli dan saling ingat mengingatkan sehingga K3 berjalan dengan baik.
Penulis adalah Chairman World Safety Organization (WSO) Indonesia, Soehatman Ramli.