Regional NewsReviews

Kemana Gerakan Disiplin Nasional Saat ini Berada??

REDAKSI, ISafetyMagz.com– Pemerintah Indonesia pernah mencanangkan program Gerakan Disiplin Nasional (GDN) pada tanggal 20 Mei 1995 dengan tujuan untuk memberikan daya dorong yang kuat kepada seluruh masyarakat/bangsa dengan meningkatkan kualitas sikap, dan perilaku untuk menjadi masyarakat yang berbudaya maju.

Dan dua puluh tahun lebih sudah berlalu program tersebut seperti hilang tidak berbekas di dalam kehidupan berbudaya di Indonesia, malah “DARURAT DISIPLIN”, merupakan keadaan yang paling tepat yang bisa digambarkan untuk keadaan disiplin di Indonesia ini.

Seorang guru di Australia pernah berkata: “Kami tidak terlalu khawatir jika anak-anak sekolah dasar kami tidak pandai MATEMATIKA. Kami jauh lebih khawatir jika mereka tidak pandai MENGANTRI. Karena hanya perlu waktu 3 bulan secara intensif untuk melatih anak bisa matematika. Sementara perlu waktu 12 tahun atau lebih untuk melatih anak agar bisa mengantri dengan baik dan benar. Dan kita sadar, yang terjadi di negara Indonesia justru sebaliknya.

Contoh kecil yang sering dialami dalam kehidupan sehari-hari, mungkin menurut kita ini adalah hal sepele, namun ini merupakan contoh nyata yang pasti semua orang alami, yaitu berhenti di belakang garis putih atau garis stop pada saat berada di lampu merah (lampu lalulintas).

Kebiasaan mengabaikan hal kecil rasanya bisa berbuah kekeliruan yang besar. Misal, kalau sudah sulit mengikuti aturan yang dianggap sepele, yakni berhenti di belakang garis putih atau garis stop, bagaimana mengikuti aturan yang lebih besar seperti melengkapi surat-surat kendaraan, membawa beban sesuai dengan kondisi kendaraan dan lain-lain.

Menghentikan kendaraan di belakang garis putih atau garis stop merupakan langkah awal untuk melatih kedisiplinan berkendara. Ini bukan karena dilatarbelakangi profesi kita sebagai praktisi atau berprofesi di bidang keselamatan, justru dengan melakukan ini sebagai salah satu kewajiban seorang warga yang taat akan peraturan yang ada, dan sebagai bentuk keperdulian akan keselamatan. Dengan tidak disiplinnya berlalulintas, seperti tidak berhenti di belakang garis putih atau garis stop, berarti sudah mengambil hak orang untuk berkendara lebih aman, hak pejalan kaki, hak penyeberang jalan, dan akan membawa kepada keadaan yang tidak aman.

Namun terkadang bagi beberapa pengendara yang sudah memberhentikan kendaraan di belakang garis putih atau garis stop, pengendara lain di belakang membunyikan klakson agar bisa maju kedepan lagi melewati garis tersebut. Dengan tidak sabarnya terkadang ada yang menerobos lampu merah, dikarenakan terburu-buru dikejar waktu untuk berangkat kerja, ke sekolah, dll. Pernahkan berpikir, bahwa apa salahnya berhenti dengan taat setidaknya dua sampai lima menit, untuk menghindari kecelakaan yang akan terjadi jika melanggarnya. “Waktu yang terbuang lima menit untuk kematian yang selamanya”.

Berhenti di belakang garis putih atau garis stop adalah langkah awal melatih disiplin. Sebuah latihan untuk menghadapi ujian yang lebih berat, seperti godaan melintas di trotoar jalan atau di jalur busway milik Transjakarta dan lain-lain.

Undang Undang (UU) No 22/2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, di pasal 106 ayat (4) menegaskan bahwa setiap orang yang mengemudikan kendaraan bermotor di jalan wajib mematuhi ketentuan: a. rambu perintah atau rambu larangan; b. marka jalan; c. alat pemberi isyarat lalu lintas; d. gerakan lalu lintas; e. berhenti dan parkir.

Para pelanggar aturan itu bisa terancam sanksi lumayan serius. Dapat dilihat di UU No 22 tahun 2009 pasal 287 ayat (1) yang menegaskan bahwa:
“Setiap orang yang mengemudikan kendaraan bermotor di jalan yang melanggar aturan perintah atau larangan yang dinyatakan dengan rambu lalu lintas sebagaimana dimaksud dalam pasal 106 ayat (4) huruf a atau marka jalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106 ayat (4) huruf b dipidana dengan pidana kurungan paling lama dua bulan atau denda paling banyak Rp 500 ribu.”

Memang, terkadang ada diskresi dari pak polisi yang meminta pengguna jalan berhenti di depan garis putih. Itu hal lain. Diskresi memang harus dipatuhi. UU menempatkan diskresi sebagai aturan yang harus diikuti para pengguna jalan. Tapi, ketika petugas tidak ada, terkadang pemakai jalan membuat diskresi sendiri.

Di luar diskresi, rasanya ujian terhadap rasa sabar di jalan raya harus dijalani dengan maksimal. Sabar menanti lampu pengatur lalu lintas jalan berganti hijau. Kebiasaan menaati aturan lalu lintas jalan menjadi penting untuk mengurangi potensi kecelakaan. “Jangan sampai kita mulai disiplin ketika sudah mengalami kecelakaan atau terjadi kecelakaan”.

Lalu kemana “Gerakan Disiplin Nasional” saat ini berada?
#SalamSafety

Penulis: Syafrijal Lubis – Pemerhati Keselamatan Publik

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *




Enter Captcha Here :

Back to top button